Mengenal Antibiotik
Antibiotik?
Siapa Takut?
Mungkin
begitulah kira-kira pikiran kebanyakan pasien Indonesia ketika diberi resep antibiotik
(AB) oleh dokternya ketika berobat. Karena sudah seringnya diberi AB, kita
langsung saja meminumnya tanpa mempertanyakan dahulu apakah benar kita perlu AB.
Lalu kapan sebetulnya
kita perlu AB dan kapan tidak perlu AB?
Artikel
berikut ini akan membawa kita mengenal lebih jauh dengan AB.
Apa itu antibiotik?
Antibiotik =
anti + bios (hidup/ kehidupan), adalah substansi atau zat yang dapat menghambat
atau membunuh mikroba/ mikro-organisma (bacteria/ parasit) lain. AB ditemukan
oleh Alexander Flemming pada tahun 1929 dan digunakan untuk membunuh bakteri
secara langsung atau melemahkan bakteri sehingga kemudian dapat dibunuh dengan
sistem kekebalan tubuh kita.
Berdasarkan jenisnya AB dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Narrow
spectrum, berguna
untuk membunuh jenis-jenis bakteri secara spesifik.
Barangkali kalau di militer bisa disamakan dengan sniper atau penembak jitu yang menembak satu target dengan tepat. AB yang tergolong narrow spectrum adalah ampicillin dan amoxycilin (augmentin, surpas, bactrim, septrim).
Barangkali kalau di militer bisa disamakan dengan sniper atau penembak jitu yang menembak satu target dengan tepat. AB yang tergolong narrow spectrum adalah ampicillin dan amoxycilin (augmentin, surpas, bactrim, septrim).
2. Broad
spectrum, membunuh
semua jenis bakteri didalam tubuh, atau bisa disamakan dengan bom nuklir.
Dianjurkan untuk menghindari mengkonsumsi AB jenis ini, karena lebih toxic dan
juga membunuh jenis bakteri lainnya yang sangat berguna untuk tubuh kita. AB
yang termasuk kategori ini adalah cephalosporin (cefspan, cefat, keflex,
velosef, duricef, etc.).
Apa itu bakteri? Apa bedanya dengan
virus?
Bakteri adalah mikroba atau mikro-organisma yang mampu
hidup sendiri dan berdasarkan sifat fisiknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Bakteri
gram positif (+), umumnya merupakan penyebab infeksi dibagian atas difragma
(dada) dan biasanya lebih mudah dilawan
2. Bakteri gram
negatif (-), umumnya menyebabkan infeksi dibagian bawah difragma
Di dalam tubuh kita banyak sekali terdapat bakteri,
bahkan salah satu kandungan ASI adalah bakteri. Jadi, sebenarnya kebanyakan
bakteri tidaklah "jahat" bahkan dalam tubuh kita perlu adanya bakteri.
Beberapa manfaat bakteri dalam usus kita adalah:
1. bakteri mengubah apa yang kita makan menjadi nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.
2. memproduksi vitamin B & K.
3. memperbaiki sel dinding usus yang tua dan sudah rusak.
4. merangsang gerak usus sehingga kita tidak mudah muntah (konstipasi).
5. menghambat berkembang biaknya bakteri jahat dan secara tidak langsung mencegah tubuh kita agar tidak terinfeksi bakteri jahat.
Sekarang kita tahu manfaatnya, jadi jangan lagi ”membunuh” bakteri tanpa alasan yang jelas, jangan sampai kita juga membunuh bakteri baik yang sebetulnya dibutuhkan tubuh kita.
Seperti bakteri, virus juga merupakan mikro-organisma. Namun walaupun sesama mikro-organisme, virus ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan bakteri. Virus tidak mampu hidup sendiri, berkembang biak dengan mengunakan sel tubuh kita, jadi virus akan mati bila berada diluar tubuh kita.
1. bakteri mengubah apa yang kita makan menjadi nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.
2. memproduksi vit
3. memperbaiki sel dinding usus yang tua dan sudah rusak.
4. merangsang gerak usus sehingga kita tidak mudah muntah (konstipasi).
5. menghambat berkembang biaknya bakteri jahat dan secara tidak langsung mencegah tubuh kita agar tidak terinfeksi bakteri jahat.
Sekarang kita tahu manfaatnya, jadi jangan lagi ”membunuh” bakteri tanpa alasan yang jelas, jangan sampai kita juga membunuh bakteri baik yang sebetulnya dibutuhkan tubuh kita.
Seperti bakteri, virus juga merupakan mikro-organisma. Namun walaupun sesama mikro-organisme, virus ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan bakteri. Virus tidak mampu hidup sendiri, berkembang biak dengan mengunakan sel tubuh kita, jadi virus akan mati bila berada diluar tubuh kita.
Catatan penting yang harus diketahui adalah virus tidak
dapat dibunuh oleh obat dan AB sama sekali tidak bekerja terhadap virus. Virus
hanya bisa dibasmi oleh sistem imun atau daya tahan tubuh kita, salah satunya
adalah dengan demam. Jadi demam sebetulnya bukan merupakan suatu penyakit
melainkan bagian dari sistem daya tahan tubuh yang bermanfaat untuk membasmi
virus, karena virus tidak tahan dengan suhu tubuh yang tinggi.
Kapan AB tidak diperlukan dan kapan AB diperlukan?
Penggunaan AB yang tidak pada tempatnya dan berlebihan
tidak akan menguntungkan, bahkan merugikan dan membahayakan.
Berikut ini adalah kondisi dimana AB tidak diperlukan:
Berikut ini adalah kondisi dimana AB tidak diperlukan:
1. Colds & Flu
2. Batuk atau bronchitis.
3. Radang
tenggorokan, umumnya disebabkan oleh virus sehingga tidak memerlukan AB.
4. Infeksi
telinga. Tidak semua infeksi telinga memerlukan AB.
5. Sinusitis.
Pada umumnya tidak memerlukan AB.
Berikut merupakan beberapa jenis infeksi bakteri yang
umumnya terjadi dan memerlukan terapi AB:
1. Infeksi
Saluran Kemih
2. Sebagian
infeksi telinga tengah atau biasa disebut otitis media
3. Sinusitis
yang berat (berlangsung lebih dari 2 minggu, sakit kepala hebat, pembengkakan
di daerah wajah)
4. Radang
tenggorokan karena infeksi kuman streptokokus
5. Tuberkulosis
6. Diare
akibat amoeba
7. Tifus
Bagaimana kita
tahu bahwa kita terinfeksi bakteri?
Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri biasanya dengan melakukan pemeriksaan laboratorium seperti kultur yang membutuhkan beberapa hari untuk observasi.
Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri biasanya dengan melakukan pemeriksaan laboratorium seperti kultur yang membutuhkan beberapa hari untuk observasi.
Contohnya apabila dicurigai adanya infeksi saluran kemih,
perlu dilakukan pengambilan sample urin dan kemudian dilakukan uji kultur. Setelah
beberapa hari akan diketahui bilamana ada infeksi bakteri berikut jenis bakteri
dan resistensi bakteri tersebut terhadap AB. Dengan demikian maka kita dapat
melakukan pengobatan dengan tepat.
Efek Negatif AB
Berikut adalah beberapa efek samping yang dialami apabila mengkonsumsi AB:
1. Gangguan saluran cerna (diare, mual, muntah, mulas) merupakan efek samping yang paling sering terjadi.
2. Reaksi alergi. Mulai dari yang ringan seperti ruam, gatal sampai dengan yang berat seperti pembengkakan bibir/kelopak mata, gangguan nafas, dll.
3. Demam (drug fever). AB yang dapat menimbulkan demam bactrim, septrim, sefalsporoin & eritromisin.
4. Gangguan darah. Beberapa AB dapat mengganggu sumsum tulang, salah satunya kloramfenikol.
5. Kelainan hati. AB yang paling sering menimbulkan efek ini adalah obat tuberkulosis seperti INH, rifampisin dan PZA (pirazinamid).
6. Gangguan fungsi ginjal. Golongan AB yang bisa menimbulkan efek ini adalahamin oglycoside (garamycine, gentamycin intravena),
Imipenem/Meropenem dan golongan Ciprofloxacin. Bagi penderita penyakit ginjal,
harus berhati-hati dalam mengkonsumsi AB.
Pemakaian AB tidak pada tempatnya dan berlebihan (irrational) dapat menimbulkan efek negatif yang lebih luas (long term) terhadap kita dan lingkungan sekitar, contohnya:
1. Irrational use ini dapat membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada didalam tubuh kita. Sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik ini akan diisi oleh bakteri jahat atau oleh jamur. Kondisi ini disebut juga sebagai "superinfection".
Efek Negatif AB
Berikut adalah beberapa efek samping yang dialami apabila mengkonsumsi AB:
1. Gangguan saluran cerna (diare, mual, muntah, mulas) merupakan efek samping yang paling sering terjadi.
2. Reaksi alergi. Mulai dari yang ringan seperti ruam, gatal sampai dengan yang berat seperti pembengkakan bibir/kelopak mata, gangguan nafas, dll.
3. Demam (drug fever). AB yang dapat menimbulkan demam bactrim, septrim, sefalsporoin & eritromisin.
4. Gangguan darah. Beberapa AB dapat mengganggu sumsum tulang, salah satunya kloramfenikol.
5. Kelainan hati. AB yang paling sering menimbulkan efek ini adalah obat tuberkulosis seperti INH, rifampisin dan PZA (pirazinamid).
6. Gangguan fungsi ginjal. Golongan AB yang bisa menimbulkan efek ini adalah
Pemakaian AB tidak pada tempatnya dan berlebihan (irrational) dapat menimbulkan efek negatif yang lebih luas (long term) terhadap kita dan lingkungan sekitar, contohnya:
1. Irrational use ini dapat membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada didalam tubuh kita. Sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik ini akan diisi oleh bakteri jahat atau oleh jamur. Kondisi ini disebut juga sebagai "superinfection".
2. Pemberian AB yang berlebihan akan menyebabkan bakteri2
yang tidak terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resistance terhadap
AB, biasa disebut SUPERBUGS. Jadi jenis bakteri yang awalnya dapat
diobati secara mudah dengan AB yang ringan, apabila ABnya digunakan dengan
irrational, maka bakteri tersebut bermutasi dan menjadi kebal sehingga
memerlukan jenis AB yang lebih kuat.
Bayangkan apabila bakteri ini menyebar ke lingkungan sekitar. Lama kelamaan, apabila pemakaian AB yang irrational ini terus berlanjut, maka suatu saat akan tercipta kondisi dimana tidak ada lagi jenis AB yang dapat membunuh bakteri yang terus menerus bermutasi ini. Hal ini akan membuat kita kembali ke zaman sebelum AB ditemukan, dimana infeksi yang diakibatkan oleh bakteri ini tidak dapat diobati sehingga angka kematian akan drastis melonjak naik.
memerlukan jenis AB yang lebih kuat.
Bayangkan apabila bakteri ini menyebar ke lingkungan sekitar. Lama kelamaan, apabila pemakaian AB yang irrational ini terus berlanjut, maka suatu saat akan tercipta kondisi dimana tidak ada lagi jenis AB yang dapat membunuh bakteri yang terus menerus bermutasi ini. Hal ini akan membuat kita kembali ke zaman sebelum AB ditemukan, dimana infeksi yang diakibatkan oleh bakteri ini tidak dapat diobati sehingga angka kematian akan drastis melonjak naik.
Menurut Dra.
Sri Indrawaty, Apt, M.Kes, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, banyak ditemukan beberapa kuman yang kebal terhadap antibiotik di
seluruh dunia, antara lain : methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA),
vancomycin-resistant enterococci (VRE), dan Klebsiella pneumoniae yang menghasilkan
extended-spectrum
betalactamase (ESBL). Jika hal ini terus berlanjut, maka antibiotik
tidak lagi memberi efek antibakteri optimal, sehingga banyak penyakit infeksi
yang tidak dapat disembuhkan.
Dra. Sri Indrawaty menambahkan,
berdasarkan hasil penelitian Antimicrobial
Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti bahwa dari 2.494
individu di masyarakat, 43% Escherichia
coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotika, antara lain
ampisilin, 34%, ko-trimoksazol, 29% dan klorafenikol 25%. Sementara pada pasien
yang dirawat di rumah sakit terdapat 81 persen Escherichia coli resisten terhadap berbagai
jenis antibiotika, antara lain : ampisilin 73%, ko-trimoksazol, 56%,
kloramfenikol 43%, siprofloksasin 22% dan gentamisin 18%.
Battle of
the Bugs: Fighting AB Resistance
Masalah bakteri yang kebal terhadap AB (AB resistance) ini telah menjadi masalah global dan sudah sejak beberapa dekade terakhir dunia kedokteran mencanangkan perang terhadap AB resistance ini. Untuk menghambat perkembangan kekebalan kuman terhadap antibiotik, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengajak seluruh dunia menggunakan antibiotik secara tepat. Kampanye ini diangkat menjadi tema peringatan Hari Kesehatan Sedunia ke-60 yang diperingati pada tanggal 7 April yaitu : Use Antibiotics Rationally, sedangkan Indonesia menetapkan tema “Gunakan Antibiotik Secara Tepat Untuk Mencegah Kekebalan Kuman”.
Masalah bakteri yang kebal terhadap AB (AB resistance) ini telah menjadi masalah global dan sudah sejak beberapa dekade terakhir dunia kedokteran mencanangkan perang terhadap AB resistance ini. Untuk menghambat perkembangan kekebalan kuman terhadap antibiotik, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengajak seluruh dunia menggunakan antibiotik secara tepat. Kampanye ini diangkat menjadi tema peringatan Hari Kesehatan Sedunia ke-60 yang diperingati pada tanggal 7 April yaitu : Use Antibiotics Rationally, sedangkan Indonesia menetapkan tema “Gunakan Antibiotik Secara Tepat Untuk Mencegah Kekebalan Kuman”.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pemakaian AB yang rasional, yaitu:
1. Kurangi pemakaian AB. Jangan mengkonsumsi AB untuk infeksi virus seperti flu/ pilek, batuk atau radang tenggorokan. Kalau merasa tidak nyaman akibat infeksi tersebut tanyakan pada dokter bagaimana cara meringankan gejalanya, tetapi tidak dengan AB.
2. Gunakan AB hanya bila benar-benar diperlukan dan mulailah dengan AB yang ringan atau narrow spectrum.
3. Untuk infeksi yang ringan (infeksi saluran nafas, telinga atau sinus) yang memang perlu AB, gunakan AB yang bekerja terhadap bakteri gram positif (lihat penjelasan mengenai bakteri berdasarkan fisiknya di atas)
4. Untuk infeksi kuman yang berat (infeksi dibawah diafrgma, seperti infeksi ginjal/saluran kemih, apendisitis, tifus, pneumonia, meningitis bakteri) pilih AB yang juga membunuh kuman gram positif
5. Hindari pemakaian lebih dari satu AB, kecuali TBC atau infeksi berat di rumah sakit.
6. Hindarkan pemakaian salep AB, kecuali untuk infeksi mata.
Bila anda memperoleh terapi AB, pertanyakanlah dan pastikan hal-hal berikut:
1. Mengapa saya membutuhkan AB?
2. Apa yang akan dilakukan AB?
3. Apa efek sampingnya?
4. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya efek samping?
5. Apakah AB harus diminum pada waktu tertentu, misalnya sebelum atau sesudah makan?
6. Bagaimana bila AB ini dimakan bersamaan dengan obat yang lain?
7. Beritahu pula bila anda mempunyai alergi terhadap suatu obat atau makanan, dll.
Semakin sering mengkonsumsi AB, semakin besar kemungkinan terinfeksi bakteri resisten AB, semakin sering jatuh sakit. Infeksi bakteri resisten AB lebih sulit disembuhkan, membuat sakit lebih lama, membutuhkan AB lebih kuat, membutuhkan biaya pengobatan yang lebih mahal.
Dengan mengenal lebih jauh terhadap AB maka kita akan mengetahui
bagaimana pemakaian AB yang benar dan tepat. Sehingga kita bisa menghindari
pemakaian AB yang irrational yang akan menyebabkan AB menjadi impotent atau
kehilangan manfaatnya.
disarikan dari seminar Dr. Purnamawati
SpAK., MM. Ped. dan berbagai sumber lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar