RISK
BASED THINKING
Bila diartikan secara bebas, risk
based thinking berarti memperhatikan dan mempertimbangkan segala risiko
dalam setiap pengambilan keputusan. Apa risiko yang ada, misalnya, kalau
organisasi akan membuat produk baru, atau akan mengeksekusi proyek baru, atau
akan mengirim produk ke pelanggan yang baru? Apa risikonya bila diinginkan
penggunaan alat yang baru?.
Dari
situ, organisasi dapat memutuskan tindakan-tindakan yang diperlukan. Misalnnya,
membiarkan rancangan produk apa adanya, memodifikasi rancangan atau mungkin
membatalkan rancangan.
Apa
itu Resiko?
ISO 9001: 2015
mendefinisikan resiko sebagai dampak dari
ketidakpastian pada hasil yang diharapkan.
ü
Dampak adalah penyimpangan dari yang diharapkan – positif
maupun negatif.
ü
Resiko adalah tentang apa yang mungkin terjadi dan apa dampak
yang mungkin terjadi
ü
Risiko juga mempertimbangkan seberapa besar kemungkinannya untuk
terjadi
Target dari sistem
manajemen mencapai kesesuaian dan kepuasan pelanggan. ISO 9001:2015 menggunakan
pemikiran berbasis resiko (risk-based thinking) untuk mencapai hal ini dengan
cara:
- Clause 4 (Context) Organisasi harus menetapkan
resiko yang mungkin mempengaruhi organisasi the organization
- Clause 5 (Leadership) Manajemen Puncak harus berkomitmen untuk memastikan
klausul 4 ditindaklanjuti
- Clause 6 (Planning) Organisasi harus mengambil tindakan untuk
mengidentifikasi resiko dan peluang
- Clause 8 (Operation) Organisasi harus menerapkan proses-proses untuk
mengatasi resiko dan peluang the
organization
- Clause 9 (Performance evaluation) Organisasi harus memeantau, mengukur,
menganalisis serta mengevaluasi resiko dan peluang
- Clause 10 (Improvement) Organisasi harus meningkatkan dan
memperbaiki sistem dengan menanggapi perubahan resiko
Risiko dan peluang
Dalam beberapa bagian,
ISO-9001 menyandingkan kata risiko dengan peluang. Misalnya, organisasi harus
mempertimbangkan 'risiko dan peluang' dalam perencanaan sistem manajemen...dan
seterusnya. Ini membuat konsep tentang risk
based thinking tidak sekedar mengganti persyaratan preventive action dalam versi ISO-9001:2008, tetapi juga mencakup
peningkatan berkelanjutan. Ini juga menarik bila dikaitkan dengan konsep risk management. Dalam konsep risk
management yang sedang berkembang sekarang, risiko dibagi menjadi tiga jenis:
- Risiko
karena adanya ketidakpastian
- Risiko
karena adanya bahaya
- Risiko
karena adanya peluang
Bila
dikaitkan dengan pembagian jenis risiko diatas, maka penyandingan risiko dan
peluang dalam ISO-9001:2015 dapat diartikan bahwa organisasi perlu:
- mengidentifikasi
adanya peluang-peluang
- menganalisa
risiko, baik risiko karena mengambil peluang yang ada, maupun risiko bila
tidak mengambil peluang yang ada.
Menerapkan risk based thinking
Untuk
menerapkan risk based thinking, kita
harus mengingat bahwa persyaratan tersebut, sama dengan process approach, menjiwai seluruh persyaratan lain dalam
ISO-9001:2015. Maka sudut pandang yang harus diambil adalah sudut pandang
secara makro, melihat sistem manajemen mutu secara keseluruhan.
Misalnya:
Kita lihat berbagai proses yang ada. Apakah pengaturan proses sudah didasarkan
pada risiko-risiko yang ada yang mempengaruhi output dari proses? Apakah
prosedur yang ada memberi penekanan berlebihan terhadap hal yang kurang berisiko
tetapi kurang memberi penekanan pada hal yang justru lebih berisiko?
Secara
khusus kita juga perlu melihat apakah kita sudah melakukan penilaian risiko
mutu terhadap proses produksi dan pelayanan? Bila belum, kita perlu
melakukannya. Mungkin kita perlu menetapkan sistem agar penilaian risiko selalu
dilakukan setiap adanya proyek baru atau proses produksi baru, atau bila kita
melakukan rancangan produk yang baru.
Untuk selanjutnya, kita
harus membiasakan 'berpikir atas dasar risiko' untuk setiap keputusan penting
yang akan dibuat. Inilah esensi dari risk
based thinking. Apakah kita akan menggunakan satu pemasok saja untuk satu
material? Kita harus pikirkan risiko bila pemasok tersebut, untuk berbagai
alasan, tidak dapat memasok sesuai dengan kebutuhan. Apakah kita akan menggunakan
mesin baru? kita juga harus memikirkan risiko yang ada dan menentukan bagaimana
kita menangani risiko tersebut.
Untuk organisasi yang
telah menerapkan sistem manajemen lingkungan atau K3, penilaian risiko sudah
tidak asing lagi. Aktifitas yang sama dapat diaplikasikan dengan orientasi yang
diubah menjadi orientasi terhadap mutu. Tentu saja, kriteria tingkat
kemungkinan dan konsekwensi dari risiko harus disesuaiakan.
Apakah kita perlu
mendokumentasikan risk based thinking?
ISO-9001:2015 tidak secara tegas bahwa identifikasi dan penilaian risiko
terhadap mutu harus didokumentasikan. Tetapi, dokumentasi diperlukan untuk
alasan logis, yaitu sebagai sumber pengetahuan organisasi tentang risiko apa
yang telah dihadapi dan antisipasi apa yang telah diambil. Pengethuan tersebut
pasti berguna untuk organisasi sehingga pembahasan risiko-risiko yang similar
dimasa depan tidak lagi dimulai dari nol.
Terkait peluang,
organisasi juga dituntut untuk menimbang risiko yang ada dalam setiap peluang.
Misalnya, terdapat peluang untuk menekan biaya pergudangan dengan mensyaratkan
pemasok untuk hanya mengirim material tepat pada waktu dan dalam jumlah sebatas
diperlukan. Apa risikonya bila peluang tersebut diambil? sebaliknya, apa risiko
di masa depat bila peluang tersebut tidak diambil? biaya tambahan pergudangan
bila kebutuhan material meningkat?
Risk based thinking, pada akhirnya, harus
menjadi cara berpikir yang melekat disetiap pengambil keputusan dalam
organisasi dan diterapkan pada setiap aspek dalam sistem manajemen mutu. Dan
hasil dari risk based thinking adalah
sistem manajemen mutu yang benar-benar sesuai dengan kondisi dan situasi real yang dihadapi organisasi, tidak
dipaksakan untuk menjadi sistem tertentu yang tidak sesuai dengan konteks
organisasi.
bila membutuhkan training sejenis :
https://sugengharibowo.blogspot.co.id/2017/11/jadwal-training-sertifikasi.html
mohon pada kolom komentar, masukan topik QHSE apa yang menarik perhatian anda yang perlu ditambahkan, terima kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar